Minggu, 04 September 2016
NASIKH DAN MANSUKH
Ditujukan untuk memenuhi tugas makalah Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu
TIKA MARDIYAH,M.Pd.I
· KHAFIDATUZ ZAHRA (17210163014)
JURUSAN TADRIS BAHASA INDONESIA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum
Maqasid Al- Tasyri’ adalah untuk kemaslahatan manusia. Maka dalam pembentukan
kemaslahatan manusia tidak dapat dielakkan, adanya Nasikh Mansukh terhadap
beberapa hukum terdahulu dan diganti dengan hukum yang sesuai dengan tuntutan
realitas zaman, waktu, dan kemaslahatan manusia. Proses serupa ini, disebut
dengan nasikh mansukh.
Dengan
demikian dapat dipahami bahwa nasikh mansukh terjadi karena Al-Qur’an
diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan peristiwa yang mengiringinya.
Oleh karena itu untuk mengetahui Al-Qur’an dengan baik, kita harus mengetahui
ilmu nasikh mansukh dalam Al- Qur’an.
B. Rumusan Masalah
Dari latar
belakang di atas, maka dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:
1. Apa pengertian nasikh dan mansukh?
2. Macam-macam nasikh dan mansukh?
3. Perbedaan antara Nask dan Takhsish
4. Perbedaan Pendapat tentang ayat Al-Qur’an
yang dipandang nasikh dan mansukh?
C. Tujuan Penulisan
Adapun
makalah ini disusun dengan maksud agar kita bisa lebih memahami Al-Qur’an jauh
lebih dalam lagi, dengan mengenal nasikh mansukh yang ada dalam Al-Qur’an, juga
diharapkan dapat meningkatkan kemauan kita untuk lebih mengkaji Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Nasikh Dan Mansukh
Nasikh menurut bahasa dipergunakan untuk arti izalah(menghilangkan). Misalnya nasahati syamsu dhal’a artinya,
matahari menghilangkan bayang-bayang. Kata nashk juga dipergunakan untuk makna
memindahkan sesuatu dari suatu tempat ke tempat lain. Misalnya: nasahetu kitaba artinya, saya
memindahkan (menyalin) apa yang ada dalam buku. Menurut istilah naskh ialah mengangkat
(menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil hukum (khitab) syara’ yang lain.
Dengan perkataan “hukum”, maka tidak termaksud dalam pengertian nashk menghapuskan
“kebolehan” yang bersifat asal (al-bara’ah
al-asliyah). Dan kata-kata “dengan khitab syara’” mengecualikan
pengangkatan (penghapusan) hukum disebabkan mati atau gila, atau penghapusan
dengan ijma’ atau qiyas.[[1]]
Mansukh adalah hukum yang diangkat atau dihapuskan
kepada ayat mawaris atau
hukum yang terkandung di dalamnya, misalnya, adalah menghapuskan (nasikh) hukum wasiat kepada kedua
orang tua atau kerabat (mansukh).
Takhsis adalah mengeluarkan sebagian dari pada satuan-satuan yang
masuk didalam lafadz ‘amm dan lafadz ‘amm itu hanya berlaku bagi satuan-satuan
yang masih ada. Yang tidak dikeluarkan dari ketentuan lafadz atau dalil ‘amm.
Ketika membicarakan lafadz ‘am dan lafadz khas, tidak bisa terlepas dari
thaksis. Menurut ulama ushul fiqih, thaksis adalah penjelasan sebagian lafadz
‘amm bukan seluruhnya. Atau dengan kata lian, menjelaskan sebagian dari
satuan-satuan yang dicakup oleh lafadz ‘amm dengan dalil. [[2]]
Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa dalam naskh diperlukan syarat-syarat berikut :
1. Hukum yang
mansuhk adalah hukum syara’.
2. Dalil
penghapusan hukum tersebut adalah khitab syar’i yang datang lebih kemudian dari
khitab yang hukumnya mansukh.
3. Khitab yang
mansukh hukumnya tidak terikat (dibatasi) dengan waktu tertentu. Sebab jika
tidak demikian maka hukum akan berakhir dengan perkara.
Beberapa
perkara yang perlu kita ketahui seputar nasikh dan mansukh adalah :
a. Hukum yang
dihapus adalah hukum yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf seperti hukum
wajib, sunnah, mubah, haram dan makruh, adapun yang berhubungan dengan kabar
seperti nama dan sifat Allah, kisah-kisah para Nabi, janji dan ancaman dan
keutamaan amal maka tidak berlaku nasikh mansukh.
b. Tidak ada nasakh
untuk suatu hukum yang telah ditetapkan oleh syari’at karena adanya unsur,
seperti gila, mati dan lain-lain.
c. Hukum yang telah
ditetapkan oleh dalil syari’at dan ia mempunyai waktu yang telah ditentukan
lalu waktunya telah habis maka tidak disebut nasakh, seperti ayat tentang
sholat jum’at.
d. Dalil yang
menasikh (menghapus) wajib datangnya kemudian dari dalil yang dimansukh, dan
jika dalil tersebut sebatas mengecualikan keumuman atau mengikat dalil yang
mutlak, atau syarat tertentu maka tidak disebut nasakh.
e. Nasakh tidak
berlaku pada maksud-maksud (kaidah) syari’at yang bersifat umum seperti kaidah
kesulitan mendatangkan kemudahan dan lain-lain, tidak pula pada hukum amaliyah
yang ditunjukkan oleh dalil bahwa ia untuk selama-lamanya seperti hadits yang
menyebutkan bahwa hijrah tidak akan terputus sampai taubat terputus.
f. Nasikh mansukh
harus terjadi ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup, adapun
setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam wafat maka hukum telah menjadi tetap
tidak bisa dihapus oleh ijma’ atau pendapat shahabat, atau qiyas atau ro’yu.
g. Nasakh harus ada
gantinya dengan hukum lain.
Syaikh Muhamad bin Al Amin Asy Syanqithi
rahimahullah berkata: “Ketahuilah sesungguhnya perkatan sebagian ahli ushul
yang membolehkan nasakh tanpa ada gantinya adalah pendapat yang batil tanpa
ragu. karena ia bertentangan dengan
firman Allah Ta’ala :
ู
َุง َْููุณَุฎْ ู
ِْู ุขَูุฉٍ ุฃَْู
ُْููุณَِูุง َูุฃْุชِ ุจِุฎَْูุฑٍ ู
َِْููุง ุฃَْู ู
ِุซَِْููุง ุฃََูู
ْ ุชَุนَْูู
ْ ุฃََّู ุงََّููู
ุนََูู ُِّูู ุดَْูุกٍ َูุฏِูุฑٌ
“Ayat
mana saja yang Kami nasakhkan (hapuskan), atau Kami jadikan (manusia) lupa
kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding
dengannya. tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu?” (Al Baqarah : 106)
B. Macam-macan Nasikh
1. Macam-macam
nasikh, dilihat dari nash yang mansukh (dihapus) ada 2 bagian :
a. Nasikh yang
Mansukh hukumnya, namun lafazhnya tetap.
Inilah jenis Nash Mansukh yang
paling banyak yaitu hukum syar’i dihapuskan, tidak diamalkan, namun lafazhnya
tetap.
Hikmah naskh jenis ini adalah :
tetapnya pahala membaca ayat tersebut dan mengingatkan umat tentang hikmah
naskh, terlebih dalam hukum yang diringankan dan dimudahkan.[[3]]
Contohnya firman Allah Azza wa Jalla
َูุขุฃََُّููุง ุงَّููุจُِّู ุญَุฑِّุถِ ุงْูู
ُุคْู
َِِููู
ุนََูู ุงِْููุชَุงِู ุฅِู َُููู ู
ُِّููู
ْ ุนِุดْุฑَُูู ุตَุงุจِุฑَُูู َูุบِْูุจُูุง ู
ِุงุฆَุชَِْูู
َูุฅِู َُّููู ู
ُِّْููู
ْ ู
ِุงุฆَุฉٌ َูุบِْูุจُูุง ุฃًَْููุง ู
َِّู ุงَّูุฐَِูู ََููุฑُูุง
ุจِุฃََُّููู
ْ َْููู
ٌ ูุงَ َََُْูููููู
“Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mu'min itu untuk berperang. Jika
ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu niscaya mereka dapat mengalahkan
dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) diantaramu, maka
mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan
orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti”. (Al Anfal :
65)
Ayat ini menunjukkan kewajiban
bersabarnya 20 umat Islam berperang menghadapi 200 orang-orang kafir dan
bersabarnya 100 umat Islam berperang menghadapi 1000 orang-orang kafir.[[4]]
b. Nasikh yang
Mansukh Lafazhnya, namun hukumnya tetap.
Al-Aamidi rahimahullah menyatakan
bahwa ulama telah bersepakat atas terjadinya naskh (penghapusan)
tulisan/lafazh, tanpa nasikh hukumnya, berbeda dengan anggapan kelompok yang
menyendiri dari kalangan Mu’tazilah.
C. Perbedaan Nasakh dengan Takhsis
a. Nasakh dan takhsis memiliki
persamaan dan perbedaan. Persamaanya antara lain, terletak pada fungsinya,
yakni untuk membatasi kandungan suatu hukum. Keduanya berfungsi untuk
menghususkan sebagian kandungan dari suatu lafadz. Hanya saja, takhsis lebih
khusus pada pembatasan berlakunya hukum yang umum, sedangkan nasakh menekankan
pembatasan suatu hukum pada masa tertentu.
b. Adapun
perbedaan diantara keduanya adalah: takhsis merupakan
penjelasan mengenai kandungan suatu hukum yang umum menjadi berlaku khusus
sesuai dengan lafadz yang dikhususkan tersebut. Sedangkan nasakh menghapus
atau membatalkan semua kandungan hukum yang ada dalam suatu nasakh dan
yang sebelunya telah berlaku. (Al-Bukhari : 876)
D.
Pendapat Ulama
Mengenai Nasikh Mansukh
Timbulnya sikap
ulama menanggapi isu nasikh dan mansukh sebenarnya
dalam rangka merespon surat An-Nisa’ ayat 82 ;
Artinya : “kalau
kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat
pertentangan yang banyak di dalamnya.”
Berikut sikap pro dan kontra dari para
ulama tentang teori Nasikh-mansukh :
1. Pendukung teori nasikh-mansukh. Ulama-ulama yang berpendapat seperti ini
adalah Imam Syafi’i (204 H), An Nahas (388 H), As Suyuti (911 H) dan Asy
Syukani (1250 H). Dasar
teorinasikh-mansukh dalam konteks makna tersebut antara lain : [[5]]
a. Surat
Al-Baqarah ayat 106 :
Artinya : “Ayat mana saja yang Kami nasakhkan,
atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik
daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu mengetahui bahwa
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?”
b. Surat
An-Nahl ayat 101 :
Artinya : " Dan apabila Kami letakkan
suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya Padahal Allah lebih
mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: "Sesungguhnya kamu
adalah orang yang mengada-adakan saja". bahkan kebanyakan mereka tiada
mengetahui."
c. Adanya
kenyataan bahwa beberap ayat ada yang menunjukkan
gejala kontradiksi. Misalnya dalam penelitian
an-Nahas (388 H) terdapat ayat yang berlawanan dengan ayat-ayat yang lain
berjumlah 100 ayat, menurutnya realitas yag diteukan tersebut,
mengindikasikan adanya ayat-ayat yang di-mansukh. Kemudian jauh
sesudahnya As Suyuti
(911 H) hanya menemukan 9 ayat saja. Selanjutnya Asy Syukani (1250 H), bahkan hanya
menemukan 8 ayat saja yang tidak mampu dikompromikan.
2. Penolak teori nasikh-mansukh. Ulama-ulama yang berpendapat seperti ini
adalah antara
lain : Abu Muslim Al Ashfahany (322 H), Imam Al Fakhrur
Razy-Syafi’i Mazhaban (605H), Muhammad Abduh (1325 H), Sayyid Rasyid Ridla
(1354 h), Dr, Taufiq Shidqy dan Ustadz Khudhaybey. Alasan mereka antara lain :
a.
Jika di dalam
al-Quran ada ayat-ayat yang mansukh berarti membatalkan sebagian isinya.
Membatalkan isinya berarti menetapkan bahwa di dalam al-Quran ada yang batal
(yang salah). Padahal Allah telah menerangkan ciri al-Quran antara lain dalam
surat Fussilat ayat 42 :
Artinya : “Yang tidak datang kepadanya (Al Quran)
kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb
yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.”
b.
Al-Quran
adalah syariat yang diabadikan hingga ahir zaman dan menjadi hujjah bagi manusia
sepanjang zaman.
c.
Kebanyakan
ayat-ayat yang tertuang di dalam al-Quran bersifat kulliyah bukan juz’iy-khas,
dan hukum-hukumnya di dalam al-Quran diterangkan secara ijmaly bukan secara
khas.
d.
Al-Quran
surat al-Baqarah ayat :106 tidak memastikan kepada adanya naskh ayat
al-Quran.
e.
Adanya
ayat-ayat yang sepintas nmpk kontradiksi, tidak memastikan adanya naskh.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Nasikh
yaitu menghapus suatu hukum syara’ dengan dalil syara’ yang datang kemudian.
Sedangkan mansukh yaitu hukum syara’ yang menempati posisi awal, yang belum
diubah dan belum diganti dengan hukum syara’ yang datang kemudian.
Ada dua pendapat para ulama tentang teori nasikh-mansukh yaitu
ada yang mendukung atau setuju dan ada yang menolak atau tidak setuju jika
terdapat nasikh dan mansukh didalam al-Quran.
Urgensi mempelajari nasikh dan mansukh adalah untuk
mengetahui proses tashri’ (penetapan dan penerapan hukum) Islam dan untuk
menelusuri tujuan ajaran, serta illat hukum (alasan ditetapkannya suatu hukum).
DAFTAR PUSTAKA
Abdul HA,Djalal,H.Prof.,Dr. 2000. Ulumul Qur’an (Edisi Lengkap)
Surabaya :
Dunia Ilmu
Al-Ihkaami, Fii Ushulil
Fiqh, Jakarta: Bulan bintang 2000.
DR. Anwar Rosihon M.Ag, Ulum Al-Quran, Bandung: Pustaka
Media, 2008.
[1]
Syeikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Ushulul Fiqih, h. 45
[2]
Maman abd djaliel, Ilu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2008),
hlm. 206
[3]
Syaikh Dr. Ali bin Sa’id bin Shalih
Adh-Dhuweihi
[4]
Al-Amidi ; dinukil dari Syarh Al-Waraqat Fii
Ushulil Fiqh, karya Syeikh Abdullah bin Shalih Al-Fauzan, Al-Ihkaam 3/154, h. 170
[5]
Teungku M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah
dan Pengantar Ilmu al-Qur’an dan Tafsir,(Semarang : PT. Pustaka Rizki
Putra, 2000), hlm. 104
Label: EDUCATION
Ditujukan untuk memenuhi tugas makalah
Linguistik Umum
Dosen
Pengampu
DIAN
ETIKASARI,M.Pd.
Oleh
·
KHAFIDATUZ ZAHRA (17210163014)
JURUSAN TADRIS
BAHASA INDONESIA
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyaknya
permasalahan yang hadir dalam mendalami suatu bahasa dan hakikatnya, maka
pendalaman dalam mempelajari bahasa di dunia kebahasaan sangat diperlukan.
Seperti yang kita ketahui, masih banyak sekali orang yang belum paham akan
pengertian maupun penggunaan suatu bahasa secara baik dan benar. Padahal bahasa
begitu dekat dengan kehidupan kita, bahkan kita tidak mungkin lepas dari yang
namanya bahasa. Akan tetapi pada kenyataannya mereka tidak sebegitu mengerti
dengan bahasa mereka sendiri yang biasanya digunakan dalam kehidupan
sehari-harinya. Cabang ilmu yang mempelajari tentang bahasa itu disebut
Linguistik. Linguistik juga dapat diartikan sebagai pengkajian bahasa secara
ilmiah (John Lyons, 1995 : 1) Linguistik berasal dari bahasa latin, yaitu lingua yang berarti bahasa (Verhaar,
1966 : 1). Dalam bahasa roman, masih ada kata yang serupa dengan lingua yaitu langue dan langage
(Prancis).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian dari Bahasa?
2.
Bagaimana Sejarah perkembangan Bahasa ?
3.
Apa saja cirri atau sifat Bahasa ?
4.
Manfaat Bahasa
5.
1.3 Tujuan
Makalah
ini di buat untuk memenuhi salah satu tugas dari dosen yang bersangkutan.
Makalah ini juga dibuat untuk memperluas wawasan mengenai linguistic dalam bab
bahasa, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk para pem)baca.\
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bahasa
Kata bahasa dalam bahasa Indonesia
memiliki lebih dari satu makna atau pengertian. Kata bahasa yang terdapat pada kalimat
bisa menunjuk pada beberapa arti atau kategori lain. Menurut peristilahan de Saussure,
bahasa bisa berperan
sebagai parole, langue, langage. Sebagai objek kajian linguistik, karole
merupakan objek konkret karena parole itu berwujud ujaran nyata yang diucapkan
oleh para bahasawan dari suatu masyarakat bahasa. Langue merupakan objek yang
abstrak karena langue itu berwujud sistem suatu bahasa tertentu secara
keseluruhan. Langage merupakan objek yang paling abstrak karena dia berwujud
sistem bahasa yang universal.[1]
Masalah yang berkenaan dengan pengertian
bahasa adalah sebuah tuturan disebut bahasa, yang berbeda dengan bahasa lainnya
dan hanya dianggap sebagai varian dari suatu bahasa lainnya dan dua buah
tuturan bisa disebut sebagai dua bahasa yang berbeda berdasarkan dua buah
patokan, yaitu patokan linguistis dan patokan politis. Masalah lain adalah arti
bahasa dalam pendidikan formal di sekolah menengah bahwa” bahasa adalah alat
komunikasi”. Bahasa juga diartikab sebagai alat berkomunikasi. Oleh karena itu,
meskipun bahasa itu tidak pernah lepas dari manusia, dalam arti tidak ada
kegiatan manusia yang tidak disertai bahasa, tetapi karena ”rumitnya”
menentukan suatu bahasa atau bukan, hanya dialog saja dari bahasa yang lain, maka hingga kini
belum pernah ada angka yang pasti berapa jumlah bahasa yang ada di dunia ini.
2.2 Sejarah Perkembangan Bahasa
Pada akhir
abad ke-19 dan 20 penelitian bahasa-bahasa yang
terdapat di
Indonesia dilakukan oleh para kolonialis demi kepentingan informasi. bahasa
pada zaman kolonial sifatnya berupa observasi dan klasifikasi; belum bersifat
ilmiah. Para tokoh yang melakukan penelitian tersebut adalah Van der Tuuk yang
menyusun Hukum Van der Tuuk, dan selanjutnya diikuti oleh para tokoh sarjana
belanda lainnya. Lalu, sekitar tahun tujuh puluh dan delapan puluhan, proses
penelitian pendeskripsian bahasa-bahasa
daerah di Indonesia dilanjutkan oleh para ahli bahasa di Indonesia yang
dilakukan di Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa atau sering disebut Pusat
Bahasa. Dan pengaruh linguistik modern yang dibawa oleh Ferdinand deSaussure
dan Noam Chomsky pun sampai ke Indonesia meskipun berbenturan dengan paham lama
linguistik tradisional orang Indonesia. Para tokoh linguistik Indonesia di
antaranya adalah A.M. Moeliono, Harimurti Kridalaksana[2]
2.3 Ciri
atau Sifat Bahasa
a.
Bahasa sebagi Sistem
Sebagai sebuah sistem, bahasa itu bersifat sistematis dan
sistemis. Dengan sistematis, artinya bahasa itu tersusun menurut pola, tidak
tersusun secara acak, secara sembarangan. Sedangkan sistemis, artinya bahasa
itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri juga dari sub- subsistem
atau sistem bawahan.
b.
Bahasa sebagai Lambang
Kata lambang sering dipadankan dengan kata simbol dengan
pengertian yang sama. Lambang dikaji orang dengan kegiatan ilmiah dalam bidang
kajian yang disebut ilmu Semiotika atau Semiologi, yaitu ilmu yang mempelajari
tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia termasuk bahasa.
c.
Bahasa adalah Bunyi
Sistem bahasa itu bisa berupa lambang yang wujudnya berupa
bunyi. Kata bunyi, sering sukar dibedakan dengan kata suara. Lalu yang dimaksud
dengan bunyi pada bahasa atau yang termasuk lambang bahasa adalah bunyi- bunyi
yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Jadi, bunyi yang bukan dihasilkan oleh
alat ucap manusia tidak termasuk bunyi bahasa. Tetapi tidak semua bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa, seperti teriak,
bersin, batuk- batuk, dan sebagainya.
d.
Bahasa itu Bermakna
Bahasa itu adalah sistem lambang yang berwujud bunyi, maka
tentu ada yang dilambangkan. Yang dilambangkan itu adalah suatu pengertian,
konsep, ide atau pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi. Oleh karena
lambang- lambang itu mengacu pada suatu konsep, ide atau suatu pikiran, maka
dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna. Lambang- lambang bunyi bahasa
yang bermakna itu di dalam bahasa berupa satuan- satuan bahasa yang berwujud
morfem, kata, frase, klausa, kalimat dan wacana. Karena bahasa itu bermakna,
maka segala ucapan yang tidak mempunyai makna dapat disebut bukan bahasa.
e.
Bahasa itu Arbitrer
Kata arbitrer bisa diartikan “ sewenang- wenang, berubah-
ubah, tidak tetap, mana suka”. Yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah
tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu)
dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut.
f.
Bahasa itu Konvensional
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang
dilambangkan bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu
konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa
itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili
konsep yang diwakilinya.
g.
Bahasa itu Produktif
Kata produktif adalah bentuk ajektif dari kata benda
produksi. Arti produktif adalah “ banyak hasilnya “ atau lebih tepat “ terus-
menerus menghasilkan “. Lalu, kalau bahasa itu dikatakan produktif, maka
maksudnya, meskipun unsur- unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur-
unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan- satuan bahasa yang
jumlahnya tidak terbatas, meski secara relatif, sesuai dengan sistem yamg
berlaku dalam bahasa itu.
h.
Bahasa itu Unik
Unik artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak
dimiliki oleh yang lain. Bahasa dikatakan unik yang artinya setiap bahasa
memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh bahasa lain. Salah satu keunikan
bahasa Indonesia adalah bahwa tekanan kata tidak bersifat morfemis, melainkan
sintaksis, artinya jika kita memberi tekanan pada kata dalam kalimat maka makna
kata itu tetap.
i.
Bahasa itu Universal
Bahasa bersifat universal artinya ada ciri- ciri yang sama
yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Ciri- ciri yang
universal ini tentunya merupakan unsur bahasa yang paling umum, yang bisa
dikaitkan dengan ciri- ciri atau sifat- sifat bahasa lain.
e. Bahasa itu
Dinamis
Bahasa adalah satu- satunya milik manusia yang tidak pernah
lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu
sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Karena keterikatan dan
keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya di dalam
masyarakat, kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu berubah, maka bahasa
itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap dan tidak statis. Karena
itulah bahasa itu disebut dinamis.
f. Bahasa itu
Bervariasi
Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari
berbagai orang dengan berbagai status sosial dan berbagai latar belakang budaya
yang tidak sama. Oleh karena latar belakang dan lingkungannya tidak sama maka
bahasa yang mereka gunakan menjadi bervariasi atau beragam.
g. Bahasa itu Manusiawi
Alat komunikasi manusia yang namanya bahasa adalah
bersifat manusiawi, dalam arti hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan
oleh manusia.
2.4 Manfaat
Bahasa
Bahasa memberi manfaat langsung kepada orang yang berkecimpung dalam kegiatan yang berhubungan dengan bahasa yang dibahas pada Mata Kuliah linguistik, guru bahasa, penerjemah, penyusun kamus, penyusun buku teks, dan politikus.[1] Selain itu Bahasa sangat berpengaruh dalam kelangsungan kehidupan. Fungsi dan manfaat bahasa sangat beragam, karena bahasa merupakan tombak keberlangsungan sosialisasi dalam hidup bermasyarakat. Dengan bahasa kita dapat mengerti dan memahami segala hal antara lain :
Bahasa memberi manfaat langsung kepada orang yang berkecimpung dalam kegiatan yang berhubungan dengan bahasa yang dibahas pada Mata Kuliah linguistik, guru bahasa, penerjemah, penyusun kamus, penyusun buku teks, dan politikus.[1] Selain itu Bahasa sangat berpengaruh dalam kelangsungan kehidupan. Fungsi dan manfaat bahasa sangat beragam, karena bahasa merupakan tombak keberlangsungan sosialisasi dalam hidup bermasyarakat. Dengan bahasa kita dapat mengerti dan memahami segala hal antara lain :
รผ Fungsi
personal : Untuk menyatakan diri atau berpendapat
รผ Fungsi
Direktif : Untuk mengatur orang lain
รผ Fungsi
Referensial : Menampilkan suatu benda yang disebut/ditunjuk dengan menggunakan
lambang bahasa
รผ
Fungsi Imajinatif : Untuk meciptakan sutu
imajinasi. Seperti puisi atau prosa.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Seperti yang telah
diuraikan di atas, bahwa tujuan penulisan makalah ini adalah menunjukkan bahwa pentingnya
mempelajari bahasa yang pada dasarnya merupakan acuan dalam bersosialisasi atar
sesama. Tetapi pada kenyataannya pengertian fungsi bahkan hakekat dalam bahasa
masih belum sepenuhnya di mengerti. Dengan bidang ilmu linguistik yang mengkaji
bahasa dengan memperhitungkan juga penggunanya yang berkaitan dengan
ketidakmampuan dalam menjelaskan fenomena penggunaan bahasa sehari-hari. Serta
diharapkan mampu saling melengkapi pengajaran bahasa yang berperan dalam
pengembangan kompetensi komunikatif.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer, Abdul.
1994. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik
Umum. Jakarta: Rineka Cipta
https://rozaafriani95.wordpress.com/2015/01/16/linguistik-umum/
Label: EDUCATION
MENGHORMATI TETANGGA
Ditujukan untuk memenuhi tugas makalah Ulumul Hadist
Dosen Pengampu
MUTROFIN,M.FiL.I.
Oleh
· KHAFIDATUZ ZAHRA’ (17210163014)
JURUSAN TADRIS BAHASA INDONESIA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam
kehidupan ini kita bertempat tinggal sehingga kita tidak akan lepas dari
tetangga. Kita ditakdirkan sebagai makhluk sosial, makhluk yang selalu
membutuhkan orang lain. Tetangga dapat dikatakan sebagai saudara.Agama Islam juga sangat menganjurkan untuk
memuliakan tetangga dan merupakan salah satu bagian dari keimanan seorang
hamba. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi :
َูู
َْู َูุงَู ُูุคْู
ُِู ุจِุงِููู َูุงَْْูููู
ِ ุงูุงَุฎِุฑِ َُْْููููุฑِู
ْ ุฌَุงุฑَُู
“Barang siapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya”
(HR. Bukhori Muslim)
Oleh
karena itu sebagai umat muslim kita dianjurkan untuk menghormati maupun
memuliakan tetangga.
B.
Rumusan
Masalah
Islam adalah agama rahmah yang penuh kasih sayang. Dan hidup rukun
dalam bertetangga adalah moral yang sangat ditekankan dalam Islam. Jika umat
Islam memberikan perhatian dan menjalankan poin penting ini, niscaya akan
tercipta kehidupan masyarakat yang tentram, aman dan nyaman.
C.
Tujuan
Tujuan makalah ini untuk memahami pentinggnya menghormati tetangga
yang termasuk kewajiban kita sebagai pemeluk agama Islam. Sehingga pembahasan
ini nanti bisa bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi masyarakat. Agar
terbentuk manusia seutuhnya yang berjiwa
sosial yang menjunjung tinggi solidaritas antar tetangga. Semoga makalah ini ada manfaat dan barakahnya.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Menghormati
atau Memuliakan Tetangga
Menghormati
atau Memuliakan tetangga adalah
salah satu dari akhlak yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Karena memang
sebagai manusia dan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain, kita tidak
mungkin terlepas dari apa yang dinamakan dengan tetangga. Untuk itulah menghormati tetangga dalam Islam mempunyai peran serta arti
penting dalam tuntunan hidup bermasyarakat
dalam agama kita ini.
Tetangga adalah
seluruh orang yang tinggal berdampingan dengan kita, siapapun dia. Tetangga
yang tinggal berdampingan dengan kita juga keluarga kita, dengan berbagai latar
belakang kehidupannya. Dalil hadist mengenai keutamaan dalam menghormati dan
memuliakan tetangga adalah sebagai barikut : "Dari Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘anhu , dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau
bersabda: "Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia
berkata baik atau diam. Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir,
hendaklah ia menghormati hendaklah ia memuliakan tamunya". (HR. Al-Bukhari
dan Muslim). Selain itu sesungguhnya
kita hidup bertetangga tujuan supaya saling melengkapi satu sama lainnya. Allah
telah menegaskan dalam Al-qur’an tentang perihal ini :
َูุงْูู
ُุคْู
َُِููู َูุงْูู
ُุคْู
َِูุงุชُ ุจَุนْุถُُูู
ْ ุฃََِْูููุงุก ุจَุนْุถٍ َูุฃْู
ُุฑَُูู ุจِุงْูู
َุนْุฑُِูู ََََْْูููููู ุนَِู ุงْูู
َُููุฑِ َُِููููู
َُูู ุงูุตَّูุงَุฉَ َُููุคْุชَُูู ุงูุฒََّูุงุฉَ َُููุทِูุนَُูู ุงَّููู
َูุฑَุณَُُููู ุฃَُْูููุฆَِู ุณََูุฑْุญَู
ُُูู
ُ ุงُّููู ุฅَِّู ุงَّููู ุนَุฒِูุฒٌ
ุญَِููู
ٌ
Artinya
:
Dan orang-orang yang beriman,
lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian
yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang
munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at pada Allah dan
Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah : 71)
Jadi mustahil bagi manusia untuk
hidup sendiri tanpa memerlukan bantuan orang lain yang ada di sekitarnya,
karena manusia adalah makhluq yang sangat lemah. Firman Allah :
ُูุฑِูุฏُ ุงُّููู ุฃَู ُูุฎََِّูู ุนَُููู
ْ َูุฎَُِูู ุงูุฅِูุณَุงُู ุถَุนِููุงً
“Allah hendak memberikan
keringanan kepadamu , dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (An-Nisa’: 28).
manusia memang lemah. Berkata As-Sa’di dalam tafsirnya
“Sesungguhnya manusia itu lemah dalam segala hal, dalam fithrah, keinginan,
semangat, keimanan dan kesabaran sehingga Allah memberikan keringanan
kepadanya.” [[1]] Berkenaan
dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya Rasulullah bersabda :
ุงูู
ุคู
ู ุงูุฐู ูุฎุงูุท ุงููุงุณ ู
ูุตุจุฑ ุนูู ุฃุฐุงูู
ุฎูุฑ ู
ู
ุงูู
ุคู
ู ุงูุฐู ูุง ูุฎุงูุท ุงููุงุณ
ู ูุง ูุตุจุฑ ุนูู
ุฃุฐุงูู
“Seorang mu’min yang
bergaul/bercampur dengan manusia dan bersabar atas cobaannya lebih baik
daripada seorang mu’min yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak bersabar
atas cobaannya.”[[2]]
Setelah kita mengetahui tetangga
kita dan batas-batasnya, juga maksud Allah menciptkan manusia bertetangga. Selain
menghormati atau memuliakan tetangga adalah diperintahkan dalam Islam.
Allah Ta’ala berfirman :
َูุงุนْุจُุฏُูุงْ ุงَّููู َููุงَ ุชُุดْุฑُِููุงْ ุจِِู ุดَْูุฆุงً
َูุจِุงَْููุงِูุฏَِْูู
ุฅِุญْุณَุงูุงً َูุจِุฐِู ุงُْููุฑْุจَู َูุงَْููุชَุงู
َู َูุงْูู
َุณَุงِِููู َูุงْูุฌَุงุฑِ ุฐِู ุงُْููุฑْุจَู َูุงْูุฌَุงุฑِ ุงْูุฌُُูุจِ َูุงูุตَّุงุญِุจِ ุจِุงูุฌَูุจِ َูุงุจِْู
ุงูุณَّุจِِูู َูู
َุง ู
َََููุชْ ุฃَْูู
َุงُُููู
ْ ุฅَِّู ุงَّููู
ูุงَ ُูุญِุจُّ ู
َู َูุงَู ู
ُุฎْุชَุงูุงً َูุฎُูุฑุงً
Artinya : “Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat
baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh dan teman sebaya, ibnu sabil
dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong
dan membangga-banggakan diri.” (An-Nisa’ : 36)
Dalam ayat diatas Allah menyebutkan tetangga
dengan hal-hal yang setara dengan kewajiban lainnya seperti beribadah kepada
Allah SWT dan tidak menyekutukan-Nya dengan selain-Nya serta taat kepada kedua
orang tua, sedangkan beribadah kepada Allah adalah hal yang diwajibkan pertama
kali dalam Islam menghindar dari kesyirikan, maka hal-hal yang mengikutinya
setelah itu juga diwajibkan termasuk berbuat baik kepada tetangga. Selain itu
kandungan ayat diatas juga menyingung masalah hak-hak Allah SWT atas hamba-Nya
yaitu tauhid dan hak-hak hamba atas hamba lainnya. Adapun hak-hak hamba
terhadap hamba lainnya terbagi menjadi 5 golongan :
1. Diantaranya dengan yang lainnya
ada kekerabatan dan hal ini dikhususkan hanya kepada orang tua oleh karena keduanyalah
yang menjadi sebab (perantara) adanya anak, maka baginya kehormatan, juga masuk
dalam hal ini adalah keluarga kita.
2. Terhadap yang lemah dan butuh
terhadap bantuan kita, dalam lingkup ini ada 2 kelompok.Pertama, anak
yatim yaitu yang tidak memiliki ayah dan mereka masih kecil sehingga
membutuhkan bantuan orang lain karena lemahnya kekuatan mereka. Kedua, orang
miskin yaitu orang yang kekurangan harta.
3. Yang memiliki kekerabatan kepada
kita, dalam lingkup ini ada 3 kelompok.Pertama,Tetangga dekat yaitu yang
paling dekat dengan kita.Kedua, Tetangga jauh yaitu yang jauh
dengan kita. Para ulama berbeda pendapat tentang tetangga dekat dan jauh, ada
yang mengatakan bahwa tetangga dekat adalah tetangga muslim, sedang tetangga
jauh adalah tetangga kafir, ada lagi yang memasukkan orang asing dalam tetangga
jauh, dan perempuan ke dalam tetangga dekat. Akan tetapi yang hampir mendekati
kebenaran adalah sabda Rasulullah yang telah saya kemukakan diatas bahwa
tetangga dekat adalah 40 rumah dari rumah kita dan tetangga jauh diatas
itu. Wallahu a’lam. Ketiga, Sahabat dekat/karib, bisa istri
kita atau teman akrab kita dan yang pertama adalah yang paling mendekati
kebenaran.
4. Ibnu Sabil yaitu Seseorang asing yang
berada di negeri orang yang membutuhkan bantuan ataupun tidak[[3]].
Maka sepantasnnya bagi warga negeri itu untuk memenuhi hajatnya atau
memuliakannya.
5. Apa-apa yang dimiliki olehnya baik
itu manusia (budak) ataupun hewan (peliharaan).
Itulah kandungan dari ayat itu, jadi telah
jelaslah bagi kita bahwa memuliakan tetangga dan menghormatinya merupakan
kewajiban bagi seorang muslim, bahkan hal tersebut merupakan salah satu dari
bagian keimanan seorang hamba, dengan artian seseorang yang tidak memuliakan
tetangganya bahkan menyakitinya maka keimanannya berkurang seperti apa yang
disabdakan Rasulullah dalam hadistnya :
ุนู ุฃุจู ูุฑูุฑุฉ ุฑุถู ุงููู
ุนูู ุฃู ุฑุณูู ุงููู ุตูู
ุงููู ุนููู ูุณูู
ูุงู : ู
ู ูุงู
ูุคู
ู ุจุงููู ูุงูููู
ุงูุงุฎุฑ ููููู
ุฎูุฑุงً ุฃู ููุตู
ุช , ูู
ู ูุงู ููู
ุจุงููู
ูุงูููู
ุงูุงุฎุฑ ููููุฑู
ุฌุงุฑู , ูู
ู ูุงู ูุคู
ู ุจุงููู
ูุงูููู
ุงูุงุฎุฑ ููููุฑู
ุถููู-ุฑูุงู ุงูุจุฎุงุฑู ู ู
ุณูู
-
Dari Abu Hurairah bahwa Rosulullah
bersabda : “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat,
maka hendaklah ia berkata baik atau diam, barang siapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tetangga dan
barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia
memuliakan tamunya.”(Bukhori Muslim)[[4]]
Dalam riwayat lain “ููุง ูุคุฐู ุฌุงุฑู” yang artinya “Janganlah menyakiti
tetangganya!”, “ูููุตู ุฑุญู
ู” artinya “maka sambunglah tali silaturrahim” juga dikeluarkan
oleh Bukhori dan Muslim dari hadits Abi Al-Syarh al-Khuza’ie.[[5]]
Juga sabdanya :
ุนู ุฃุจู ุดุฑูุญ ุนู ุงููุจู
ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู
ูุงู : ู ุงููู ูุง ُูุคْ ู
ِู
ู ุงููู ูุง ُูุคْ
ู
ِู ู ุงููู ูุง ُูุคْ
ู
ِู, ููู : ู
ู ูุง
ุฑุณูู ุงููู؟ ูุงู : ู
ู ูุง ูุฃْู
َُู ุฌุงุฑُู
ุจูุง ุฆَูู -ุงูุจุฎุงุฑู-
Dari Abi as-Syarih dari Nabi bersabda : “Demi Allah tidak
beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman.”Dikatakan
kepadanya : “Siapa itu wahai Rasulullah?” Rasul menjawab : “Barang siapa yang tetangganya
tidak aman dari bahayanya/gangguannya” (Bukhori).[[6]]
Menghormati atau Memuliakan tetangga dan tidak
menyakitinya merupakan sikap yang dijunjung tinggi dalam Islam, dan kita telah
tahu bahwa dalam Islam menyakiti sesama dilarang bahkan haram karena dapat
merusak hubungan ukhuwah islamiyah. Jika hal itu dilarang maka menyakiti
tetangga lebih dilarang lagi. dosa menyakiti tetangga juga akan menyebabkan
seseorang jauh dari surga bahkan bisa menyeretnya ke neraka Wal ‘iyadzu
billah. Sabda Nabi :
ุนู ุฃุจู ูุฑูุฑุฉ : ููู : ูุง ุฑุณูู
ุงููู ุฅู ููุง ูุฉ ุชุตูู
ุจุงููู ู ุชุตูู
ุงูููุงุฑ ู
ูู ูุณุงููุง ุดุฆ ุชุคุฐู ุฌูุฑุงููุง
ุณููุทุฉ, ูุงู :
ูุง ุฎูุฑ
ูููุง ูู ูู ุงููุงุฑ, ู ููู ูู : ุฅู ููุง ูุฉ ุชุตูู
ุงูู
ูุชูุจุฉ ู ุชุตูู
ุฑู
ุถุงู ู
ุชุชุตุฏู ุจุงูุฃุชูุงุฑ ู ููุณ ููุง ุดุฆ
ุบูุฑู ููุง ุชุคุฐู ุฃุญุฏุง, ูุงู : ูู ูู ุงูุฌูุฉ.-ุฃุญู
ุฏ ู ุงูุญุงูู
-
Dari Abu Hurairah : Dikatakan
kepada Nabi : “Ya Rasulullah sungguh si fulanah sholat malam, puasa di siang
hari (akan tetapi) dia selalu menyakiti tetangganya dengan lisannya”, kemudian
Rasulullah menjawab : “Tidak ada kebaikan didalamnya (amalannya) dan dia di
neraka.” Dan dikatakan kepadanya : “Sungguh fulanah sholat 5 waktu dan berpuasa
ramadhan dan bersedekah dengan Atwar (bejana kecil untuk
minum) dan dia tidak menyakiti seorangpun”, maka Rasulullah menjawab : “Dia di
surga.” (Ahmad dan Hakim)[[7]]
ุนู ุฃุจู ูุฑูุฑุฉ ุนู ุงููุจู
ุตูู ุงููู ุฆَูู”-ู
ุณูู
ุนููู ูุณูู
ูุงู :”ูุง ูุฏุฎู
ุงูุฌูุฉ ู
ู ูุง ูุฃْู
َُู ุฌุงุฑُู
ุจูุง -
Dari Abu Hurairah dari Nabi
bersabda : “Tidak akan masuk surga barang siapa yang tetangganya tidak aman
dari bahayanya/gangguannya” (Muslim)[[8]]
B. HAK-HAK TETANGGA
Hak adalah sesuatu yang harus dipenuhi oleh seseorang
demi si pemilik hak. Hak Allah adalah MenyembahNya dan tidak menyekutukanNya,
hak orang tua adalah mentaati perintahnya selama tidak condong kepada kemaksiatan,
dan begitu seterusnya. Pada bagian keempat ini kami akan mengemukakan hak-hak
tetangga atas kita. Dalam musnad al-Bazzar dari hadits Jabir bahwa Rasulullah
bersabda :
ุงูุฌูุฑุงู ุซูุงุซุฉ : ุฌุงุฑ ูู ุญู ูุงุญุฏ
ููู ุฃุฏูู ุงูุฌูุฑุงู ุญูุง, ู ุฌุงุฑ ูู ุญูุงู, ู ุฌุงุฑ ูู
ุซูุงุซุฉ ุญููู ููู ุฃูุถู ุงูุฌูุฑุงู
ุญูุง, ูุฃู
ุง ุงูุฐู
ูู ุญู ูุงุญุฏ ูุฌุงุฑ ู
ุดุฑู
ูุง ุฑุญู
ูู , ูู ุญู ุงูุฌูุงุฑ, ูุฃู
ุง ุงูุฐู ูู ุญูุงู
ูุฌุงุฑ ู
ุณูู
ูู ุญู ุงูุฅุณูุงู
ู ุญู ุงูุฌูุงุฑ, ูุฃู
ุง ุงูุฐู ูู ุซูุงุซุฉ
ุญููู ูุฌุงุฑ ู
ุณูู
ุฐู ุฑุญู
ููู ุญู ุงูุฅุณูุงู
ู ุญู
ุงูุฌูุงุฑ ู ุญู ุงูุฑุญู
.
“Tetangga
itu ada liga macam, yaitu tetangga yang mempunyai satu hak, dia adalah tetangga
yang memiliki hak paling rendah. Lalu tetangga yang mempunyai dua hak, dan
tetangga yang mempunyai tiga hak, dia adalah tetangga yang memiliki hak paling
utama. Adapun tetangga yang mempunyai satu hak, maka dia adalah tetangga
musyrik (kafir) yang tidak mempunyai hubungan kerabat baginya, dia mempunyai hak
tetangga. Adapun tetangga yang mempunyai dua hak, maka dia adalah tetangga
muslim, dia mempunyai hak Islam dan hak tetangga. Adapun tetangga yang
mempunyai tiga hak ialah tetangga muslim yang masih mempunyai hubungan kerabat,
dia mempunyai hak tetangga, hak Islam, dan hak kerabat.”[[9]]
Dalam hadits tentang tetangga yang
memiliki 1 hak saja dan itu merupakan paling rendahnya hak dalam tetangga yaitu
hak tetangga kafir atau musyrik, mereka hanya memiliki hak tetangga saja tidak
ada hak Islam dan kekerabatan. Dan telah kita ketahui bahwa orang-orang kafir
yang tinggal dalam negara Islam itu terbagi menjadi 3, yaitu :
1. Ahlu adz-Dzimmah, yaitu orang selain Islam yang tinggal di
negara Islam selamanya dalam artian menjadi penduduk negara tersebut.
2. Musta’min (Minta perlindungan), yaitu selain Islam yang tinggal dalam waktu
terbatas.
3. Muharib, yaitu orang selain Islam yang ingin memerangi
Islam.
Ulama’ menambah satu golongan lagi yaitu Al-Mu’ahid yaitu
seorang selain Islam yang mengadakan perjanjian dengan kaum muslimin. Nah, 2
kelompok teratas dan Mu’ahid wajib bagi kita untuk menghormati
hak-hak mereka dan berbuat adil terhadap mereka sesuai petunjuk Islam, akan
tetapi untuk kelompok yang ketiga kita juga harus memerangi mereka seperti
mereka memerangi kita. Disini ada pengecualian tentang Mu’ahid,
jika mereka melanggar perjanjian, maka wajib bagi kita memeranginya.
Dalam bertetangga kita wajib dan
berhak untuk bersedekah, walaupun dengan orang yang berbeda agama. Sedang yang
kita ketahui bahwa makanan Ahli Kitab halal bagi kita begitu juga sebaliknya
berdasar firman Allah :
ุงَْْูููู
َ ุฃُุญَِّู َُููู
ُ ุงูุทَِّّูุจَุงุชُ َูุทَุนَุงู
ُ ุงَّูุฐَِูู ุฃُูุชُูุงْ ุงِْููุชَุงุจَ ุญٌِّู َُّููู
ْ
َูุทَุนَุงู
ُُูู
ْ ุญُِّู َُّููู
ْ
“Pada
hari ini dihalalkan halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka.” (Al-Maidah : 5)
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Segala hal yang berhubungan dengan tetangga, maka dapat
kita simpulkan bahwa : Pertama, kita tahu bahwa memuliakan
tetangga adalah suatu kewajiban kita sebagai seorang mu’min yang percaya kepada
Allah SWT, dan Hari Akhir, dan berkuranglah keimanannya seorang yang tidak
memuliakan tetangganya. Kedua, sungguh menyakiti tetangga
merupakan hal yang tidak mulia sama sekali dalam Islam sehingga membuat
pelakunya dilecehkan oleh tetangganya dan menimbulkan pertikaian dan
perselisihan diantaranya. Ketiga,memiliki tetangga yang baik
merupakan salah satu impian kita karena salah satu kebahagian seseorang adalah
memiliki tetangga yang baik, dalam sabda Rasulullah dikatakan :
ู
ِْู ุณَุนَุงุฏَุฉِ ุงْูู
َุฑْุกِ ุงْูู
ُุณِْูู
ِ: ุงَْูู
َุณَُْูู ุงَْููุงุณِุนُ، َูุงْูุฌَุงุฑُ ุงูุตَّุงِูุญُ، َูุงْูู
َุฑَْูุจُ ุงَِْููููุกُ
“Sebagian dari kebahagiaan
orang muslim adalah rumah yang luas, tetangga yang baik, dan kendaraan
yang nyaman.”[[10]]
Nah, itulah beberapa poin yang
dapat kita petik dari pentingnya memuliakan tetangga. Semoga Allah menjadikan
kita tetangga yang baik kepada tetangga kita, memberikan hak-hak mereka,
menghormati dan memberikan kebebasan atas mereka. Sesungguhnya sebaik-baik
tetangga adalah yang paling baik terhadap tetangganya. Dan hendaknya kita juga
berdo’a semoga kita terhindar dari tetangga yang buruk perangainya. Salah satu
do’a yang Rasulullah ajarkan kepada kita adalah sebagai berikut :
ุงَُّูููู
َّ ุฅَِّูู ุฃَุนُْูุฐُ ุจَِู ู
ِْู
ุฌَุงุฑِ ุงูุณُّْูุกِ ِูู ุฏَุงุฑِ ุงْูู
َُูุงู
ِ َูุฅَِّู ุฌَุงุฑَ
ุงูุฏَُّْููุง َูุชَุญََُّูู
“Ya Allah! Sesungguhnya aku
memohon perlindungan-Mu dari tetangga yang jelek di Darul Maqam (akhirat),
karena sesungguhnya tetangga di dunia dapat berubah.”[[11]]
Jadi, kalaulah semua orang dapat memuliakan tetangganya
maka tidaklah ada pertikaian dan perselisihan diantara mereka, kehidupan yang
penuh dengan kedamaian dan kerukunan sehingga terbentuklah Baldatun
Thoyyibah wa Rabbun Ghafur.
Akhirnya pada akhir tulisan saya ini, saya mengharap
kepada pembaca untuk kiranya mema’afkan saya jika terdapat hal-hal yang kurang
tepat dan benar karena sesungguhnya tulisan saya ini tidak luput dari kesalahan
dan kekhilafan dan sungguh kebenaran hanyalah milik Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
‘abdul ‘aziz, Nada bin Fathi
as-sayyid. 2007. Ensiklopedi
Adab Islam menurut al-qur’an dan as-sunnah, Jakarta:
pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Majid Hasyim, Husaini A, Syarah Riyadhus Shalihin, Terj. Mu’ammal
Hamidy dan Imron A. Manan (Surabaya: PT. Bina Ilmu, Cet. III, 2006 M)
[1] Taysir al-Karim al-Rahman fi
tafsiri kalam al-Mannan, Hal 175.
[4] Bukhori 6018, Muslim 47.
[5] Bukhori 6019, Muslim 48.
[6] Bukhori 6016
[7] Ahmad 2/440, Hakim 4/166 telah dishohihkan
dan disepakati oleh adz-Dzahabi.
[11]
Hasan, di dalam kitab Ash-Shaliihah 1443, Nasa’i dalam Kitab.Al Isti’adzah bab Al Isti’adzah min Jaris-Su’.
;;
Subscribe to:
Postingan (Atom)